Pada 13 Mei lalu, SINEMA KITA melangsungkan pemutaran film Something in the Way (2013) karya Teddy Soeriaatmadja. Pemutaran yang merupakan kelanjutan dari pemutaran film bertema agama dan seksualitas ini dihadiri oleh lebih dari 20 penonton baik dari warga Atma Jaya hingga beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Setelah pemutaran, acara dilanjutkan dengan diskusi mengenai film yang menghadirkan Bimo Wikantiyoso sebagai pembicara selaku salah satu dosen di Fakultas Psikologi UNIKA Atma Jaya.
Dalam sesi diskusi, banyak dari penonton yang beranggapan bahwa film yang menceritakan kehidupan Ahmad (Reza Rahadian), seorang supir taksi pecandu pornografi yang jatuh cinta kepada Kinar (Ratu Felisha), seorang pekerja seks komersial ini mencoba untuk menghadapkan penonton terhadap realita kehidupan masyarakat kelas menengah kebawah dan dinamika-dinamika yang terjadi di dalamnya yang jarang terekspos bagi masyarakat luas. Salah satu penonton menambahkan bahwa isu yang diangkat di dalam film sebenarnya tidak "luar biasa", menurutnya banyak Ahmad dan Kinar lainnya di Jakarta.
Beberapa penonton lain menyampaikan bahwa film tersebut menggambarkan manusia yang di dalam hidupnya menggunakan topeng-topeng sesuai dengan peran-peran yang dimilikinya - seperti topeng religius ketika menghadiri masjid, sementara perilaku dan sikap berbeda ketika di luar tempat ibadah. Hal ini dikaitkan dengan adegan dimana Ahmad menggunakan topeng wayang ketika beliau hendak melaksanakan misi mulia melalui 'jihad'-nya.
Dalam sesi diskusi, banyak dari penonton yang beranggapan bahwa film yang menceritakan kehidupan Ahmad (Reza Rahadian), seorang supir taksi pecandu pornografi yang jatuh cinta kepada Kinar (Ratu Felisha), seorang pekerja seks komersial ini mencoba untuk menghadapkan penonton terhadap realita kehidupan masyarakat kelas menengah kebawah dan dinamika-dinamika yang terjadi di dalamnya yang jarang terekspos bagi masyarakat luas. Salah satu penonton menambahkan bahwa isu yang diangkat di dalam film sebenarnya tidak "luar biasa", menurutnya banyak Ahmad dan Kinar lainnya di Jakarta.
Beberapa penonton lain menyampaikan bahwa film tersebut menggambarkan manusia yang di dalam hidupnya menggunakan topeng-topeng sesuai dengan peran-peran yang dimilikinya - seperti topeng religius ketika menghadiri masjid, sementara perilaku dan sikap berbeda ketika di luar tempat ibadah. Hal ini dikaitkan dengan adegan dimana Ahmad menggunakan topeng wayang ketika beliau hendak melaksanakan misi mulia melalui 'jihad'-nya.
Sementara dari sudut pandang Mas Bimo sendiri, Something tidak dilihat sebagai film yang luar biasa dan masih mengandung 'exaggeration of reality'. Terkait agama dan seksualitas sendiri, dia memandang bahwa sesungguhnya di dalam agama manapun, seksualitas tidak terpisahkan. Pembahasan seksualitas di dalam ranah agama harus secara kontekstual. Mas Bimo memberikan contoh melalui pemimpin-pemimpin agama yang berhadapan dengan seksualitas - Muhammad yang memiliki banyak istri, serta Siddharta Gautama dan Yesus yang mengalami perjumpaan dengan pelacur. Namun, yang terjadi di masyarakat adalah bagaimana para pemuka agama masa kini cenderung membahas seksualitas secara non-kontekstual.
Menanggapi diskusi, Mas Danny, salah seorang dosen di Fakultas Psikologi yang hadir sebagai penonton mengajukan pertanyaan: selama ini orang-orang menganggap bahwa agama dan seksualitas merupakan dua hal yang saling berkonflik, namun, apa benar konflik antara kedua hal tersebut benar-benar ada? Beliau menyatakan keraguan bahwa barangkali konflik antara agama dan seksualitas sebenarnya diciptakan oleh manusia sendiri melalui interpretasinya. Dan barangkali 'sesuatu' yang menjadi rintangan di tengah jalan dalam kisah Ahmad juga terpaut interpretasi penonton.
Menanggapi diskusi, Mas Danny, salah seorang dosen di Fakultas Psikologi yang hadir sebagai penonton mengajukan pertanyaan: selama ini orang-orang menganggap bahwa agama dan seksualitas merupakan dua hal yang saling berkonflik, namun, apa benar konflik antara kedua hal tersebut benar-benar ada? Beliau menyatakan keraguan bahwa barangkali konflik antara agama dan seksualitas sebenarnya diciptakan oleh manusia sendiri melalui interpretasinya. Dan barangkali 'sesuatu' yang menjadi rintangan di tengah jalan dalam kisah Ahmad juga terpaut interpretasi penonton.